1. Pendekatan
Sifat
Secara historis, mula-mula timbul
pemikiran bahwa pemipin itu dilahirkan, bukan dibentuk atau karena pengalaman.
Pemikiran ini disebut Hereditary (turun-temurun). Namun demikian, kemudian
muncul teori baru, yaitu teori Physical characteristic. Teori ini dikemukakan
oleh Sheldon, bahwa ada 76 tipe struktur badan yang berhubungan dengan
perbedaan temperamen dan kepribadian. Perkembangan terakhir menyatakan bahwa
pemimpin itu dapat dibentuk atau dilatih.
Sebagai contoh dari pendekatan
sifat adalah menurut Thierauf, Klekamp, dan Geeding (1977: 493), yang
menyatakan bahwa pemimpin memiliki ciri-ciri: kecerdasan, inisiatif, daya
khayal, bersemangat, harapan baik, keberanian, keaslian, kesediaan menerima,
kemampuan berkomuniasi, rasa perlakuan yang wajar terhadap semua orang,
kepribadian, keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi, dan ketenangan diri.
Terry (1972: 470) merinci bahwa
pemimpin memiliki ciri-ciri: kecerdasan, inisiatif, kekuatan dan dorongan,
kematangan perasaan, meyakinkan, kemahiran berkomunikasi, ketenangan diri,
cerdik, daya cipta, dan berperan serta dalam pergaulan.
Stogdill (1984) menyatakan bahwa
pemimpin memiliki ciri-ciri: kecerdasan, berilmu, dapat diandalkan dalam
pelaksanaan pertanggungjawaban, aktifitas dan peran serta sosial, dan status
sosial ekonomi.
Treeman dan Taylor (1950) juga
menyatakan bahwa seorang pemimpin memiliki sifat: tekun, giat, keras hati,
bercita-cita, kuat, berani, kerja sama, percaya diri, tenang, riang, berjiwa
matang, efisien, cerdas, berbakat, banyak akal, penuh daya khayal, mendahulukan
kepentingan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri, setia kepada cita-cita
berakhlak, dan lapang dada (sabar).
Feldman dan Arnold (1983)
menyatakan bahwa seorang pemimpin dituntut memiliki:
(1) sifat-sifat pribadi:
penyesuaian diri, giat dan tegas, berpengaruh, keseimbangan jiwa dan kontrol, kebebasan (tidak penurut), keaslian
dan daya cipta, kejujuran pribadi, dan percaya diri;
(2) kemampuan: kecerdasan,
pertimbangan, membuat keputusan, pengetahuan luas, pandai berkomunikasi ; dan
(3) kemahiran sosial: kemampuan
bekerja sama, kemampuan administrasi, populis dan berwibawa, suka bergaul,
peran serta sosial, dan kebijaksanaan serta pandai berdiplomasi.
Sutarto
(1998) menyatakan bahwa sifat-sifat yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pemimpin
adalah: taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani, berilmu,
efisien, disiplin, manusiawi, bijaksana, bersemangat, percaya diri, berjiwa
matang, bertindak adil, berkemauan keras, daya cipta asli, berwawasan situasi,
berpengharapan baik, mampu berkomunikasi, berdaya tanggap tajam, mampu menyusun
rencana, mampu melakukan kontrol, bermotivasi kerja sehat, memiliki tanggung
jawab, satunya kata dan perbuatan, dan mendahulukan kepentingan orang lain.
Fakri Gaffar (2002) menyatakan bahwa manajer
pendidikan dituntut memiliki karakteristik, yaitu memiliki wawasan nasional,
wawasan daerah, dan wawasan global, memiliki komitmen dan kemauan tinggi untuk
membangun pendidikan untuk kepentingan masyarakat daerah, dan masyarakat
bangsa; memiliki cinta bangsa yang amat mendalam tanpa membedakan asal suku,
agama, tempat tinggal, status ekonomi, gender, dan warna kulit; memiliki sikap
terbuka, dan sikap menerima kenyataan hidup yang dihadapi dengan penuh cermat
dan hati-hati; memeliki akhlak yang mulia, dan iman taqwa yang kuat; memiliki
sikap profesionalisme yang tinggi; memiliki cinta lingkungan hidup; memiliki
rasa hormat kepada setiap orang sebagai manusia; memiliki keikhlasan dan
kesabaran untuk melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan; memiliki pemahaman yang
memadai tentang manajemen, tentang pendidikan, tentang teknologi informasi
termasuk komputer, dan memiliki sikap akademik yang integratif.
Pendekatan
sifat tentang kepemimpinan bersifat tidak absolut sebab tak seorangpun yang bisa memiliki sifat-sifat secara lengkap
dan utuh, bahkan situasi yang dihadapi organisasi berbeda satu sama lain,
sehingga setiap organisasi menuntut keberadaan sifat-sifat kepemimpinan yang
berbeda. Dalam hal ini Freeman and Taylor (1950) menyampaikan ciri-ciri
pemimpin yang seharusnya ada pada pribadi pemimpin, dan sifat-sifat yang
seharusnya tidak ada pada seorang pemimpin. Sifat-sifat tersebut dapat dilihat
pada tabel
2. Pendekatan
Perilaku
Pendekatan perilaku terhadap
kepemimpinan didasarkan pada suatu pemikiran bahwa keberhasilan pemimpin
ditentukan oleh gaya bersikap dan gaya bertindak pemimpin yang bersangkutan.
Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari: cara melakukan suatu pekerjaan,
cara memberikan perintah, cara memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat
keputusan, cara mendorong semangat bawahannya, cara memberikan bimbingan, cara
menegakkan disiplin, cara memimpin rapat, cara mengawasi pekerjaan bawahan,
cara menegur kesalahan bawahan. Berdasarkan pengamatan pada gaya bersikap dan
bertindak, seorang pemimpin dikatakan memiliki gaya kepemimpinan otoriter, atau
demokratik.
Pendekatan perilaku yang
melahirkan beberapa teori gaya kepemimpinan, penelitiannya telah dilakukan
oleh: Universitas Iowa, Universitas Ohio, Universitas Michigan, studi
managerial Grid, teori empat sistem manajemen, serta teori X dan Y.
3. Pendekatan Kontingensi
Pendekatan kontingensi juga
sering disebut pendekatan situasional (situational approach), terdiri dari
berbagai macam model, antara lain: model kepemimpinan kontingensi dari Fiedler,
model tiga demensi kepemimpinan dari Reddin, model kontinum kepemimpinan dari
Tannenbaum dan Schmidt, model kontinum kepemimpinan berdasarkan banyaknya peran
serta bawahan dalam pembuatan keputusan dari Yetton, model kontingensi lima
faktor dari Farris, model kepemimpinan dinamika kelompok dari Cartwright dan
Zander, model kepemimpinan path-goal dari vans dan House, model kepemimpinan
vertikal Dyad Linkage dari Grean, model kepemimpinan sistem dari Bass, dan
model kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard.
Model
kepemimpinan berdasarkan pendekatan kontingensi atau pendekatan situasional,
model kontinum kepemimpinan Tannenbaum dan Schmidt, model kepemimpinan path
goal dari Evans dan House, model kepemimpinan situasional dari Hersey dan
Blanchard perlu mendapat kajian mendalam.
Menurut Tannenbaum dan Schmidt,
ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih gaya kepemimpinan,
yaitu: kekuatan pemimpin, kekuatan bawahan, dan kekuatan situasi. Model
kontinum merupakan satu garis yang diawali dengan titik yang menunjukkan
perilaku terpusat pada pemimpin, dan diakhiri dengan titik yang menujukkan
perilaku yang terpusat pada bawahan.
Model kepemimpinan path-goal dari
Evans dan House,menyatakan bahwa motivasi individu didasarkan pada harapan atas
imbalan yang menarik. Pendekatan ini menitikberatkan pada pemimpin sebagai
sumber imbalan. Pemimpin memiliki sejumlah syarat untuk mempengaruhi bawahan.
Dalam hal ini yang sangat penting adalah kemampuan menajer untuk memberikan
imbalan dan menjelaskan apa yang bawahan harus kerjakan untuk memperoleh
imbalan tersebut. Menurut pendekatan ini ada dua macam variabel yang menentukan
gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu: ciri-ciri pribadi bawahan, dan tekanan
lingkungan atau tuntutan di tempat kerja
http://fajaral-husaini.blogspot.co.id/2013/03/pendekatan-kepemimpinan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar