Sabtu, 17 Desember 2016

PEMIMPIN PENDIDIKAN YANG EFEKTIF

A.Pemimpin yang Efektif Secara Umum
            Untuk menjadi pemimpin diperlukan adanya syarat-syarat tertentu. Dan syarat-syarat serta sifat-sifat dimiliki seseorang pemimpin berbeda-beda menurut golongan dan fungsi jabatan yang dipegangnya. Untuk menjadi pemimpin perusahaan tidak mungkin sama syarat-syarat dan sifat yang diperlukan dengan pemimpin dalam bidang pendidikan. Meskipun demikian, disamping syarat-syarat yang khusus berlaku dan diperlukan bagi jenis-jenis lembaga atau organisasi tertentu, banyak syarat dan sifat umum yang berlaku dan diperlukan bagi hamper semua jabatan kepemimpinan.
            Banyak penulis dan ahli yang mencoba merumuskan syarat-syarat dan sifat-sifat kepemimpinan menurut bidangnya masing-masing. Ada yang merumuskannya secara garis besar dan pokok-pokoknya saja, tetapi ada pula yang sangat terinci.
            Prof. Dr. A. Abdurrahman yang dikutip dari Administrasi dan Supervisi Pendidikan karangan Ngalim Purwanto, menyimpulkan bahwa sifat kepemimpinan menjadi sifat pokok yang disebutnya panca sifat yaitu :
1.            Adil
2.            Suka melindungi
3.            Penuh insiatif
4.            Penuh daya penarik
5.            Penuh kepercayaan pada diri sendiri.


Selanjutnya penelitian, Edwin Ghiselli, dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan sifat-sifat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut :
1.            Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawas pekerjaan orang lain.
2.            Kebutuhan akan prestasi dalam bekerja, mencakup pencarian tanggung jawab dan keingin suksesan.
3.            Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya piker.
4.            Ketegasan (decibeness), atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.
5.            Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah.
6.            Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru dan inovasi.

Sedangkan keith Davis mengikhtisarkan ada empat cirri / sifat utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan organisasi adalah (1) kecerdasan, (2) Kedewasaan, dan keluasan hubungan sosial (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi (4) sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya akan dibahas mengenai sifat-sifat / karakteristik kepemimpinan kepala sekolah yang efektif diantaranya adalah sebagai berikut :
1.            Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancer dan produktif.
2.            Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
3.            Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat dilibatkan sekolah dan pendidikan.
4.            Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
5.            Bekerja dengan tim manajemen.
6.            Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


Dengan mengidentifikasi sifat-sifat kepemimpinan tersebut tidak berarti bahwa seorang pemimpin yang baik harus memiliki keseluruhan atau semua sifat tersebut. Keseluruhan sifat tersebut hanyalah merupakan tipe ideal yang tidak mungkin terdapat di dalam kenyataan yang diharapkjan tentunya ialah agar setiap pemimpin berusaha untuk memiliki sebanyak mungkin sifat kepemimpinan yang baik itu.




Sumber:
http://andasayabisa.blogspot.co.id/2012/06/kepemimpinan-sifat-sifat-pemimpin-yang.html



KEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR

Kepala sekolah sebagai Administrator bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolahnya. Hal tersebut mencakup seluruh kegiatan sekolah, seperti; proses belajar-mengajar, kesiswaan, personalia, sarana prasarana, ketatausahaan dan keuangan serta mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat. Selain itu juga, kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keadaan lingkungan sekolahnya
Dalam menjalankan fungsinya sebagai administrator, kepala sekolah harus mampu menguasai tugas-tugasnya dan melaksanakan tugasnya dengan baik.Untuk itu kepala sekolah harus kreatif mampu memiliki ide-ide dan inisiatif yang menunjang perkembangan sekolah.

Berikut tugas yang dilaksanakan kepala sekolah:
1.      Membuat perencanaan
     Perencanaan yang perlu dilakukan oleh kepala sekolah, diantaranya adalah menyusun program tahunan sekolah, yang mencakup program pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, dan  penyediaan fasilitas-fasilitas yang diperlukan. Perencanaan ini selanjutnya dituangkan dalam rencana tahunan sekolah yang dijabarkan dalam dua program semester

    2.  Menyusun struktur organisasi sekolah
Organisasi memainkan peranan penting dalam fungsi administrasi karena merupakan tempat pelaksanaan semua kegiatan administrasi. Selain itu, dilihat dari fungsinya organisasi juga menetapkan dan menyusun hubungan kerja seluruh anggota organisasi agar tidak terjadi tumpang tindih dalam melakukan tugasnya masing-masing.
Penyusunan organisasi merupakan tanggungjawab kepala sekolah sebagai administrator pendidikan. Sebelumnya ditetapkan, penyusunan organisasi itu sebaiknya dibahas bersama-sama dengan seluruh anggota agar hasil yang diperoleh benar-benar merupakan kesepakatan bersama.
Selain menyusun struktur organisasi, kepala sekolah juga bertugas untuk mendelegasikan tugas-tugas dan wewenang kepada setiap anggota administrasi sekolah sesuai dengan struktur organisasi yang ada.
             3. Koordinator dalam organisasi sekolah
Pengoordinasian organisasi sekolah ini merupakan wewenang dari kepala sekolah. Dalam melakukan pengoordinasian ini sebaiknya juga kepala sekolah kerja sama dengan berbagai bagian dalam organisasi agar pengoordinasian yang dilakukan dapat menyelesaikan semua hambatan dan halangan yang ada.
            4.  Mengatur kepegawaian dalam organisasi sekolah
Berbagai tugas yang berkenaan dengan kepegawaian sepenuhnya merupakan wewenang kepala sekolah. Dia memiliki wewenang untuk mengangkat pegawai, mempromosikannya, menempatkan, atau menerima pegawai baru.
Pengelolaan kepegawaian ini akan berjalan dengan baik bila kepala sekolah memperhatikan kesinambungan antara pemberian tugas dan dengan kondisi dan kemampuan pelaksanaannya.







Sumber:
http://istrisolehahcalonsurga.blogspot.co.id/2015/04/peranan-kepala-sekolah-sebagai-pemimpin.html
   Baharuddin, Yusak, 1998, Administrasi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia
    Daryanto.H.M Drs, Administrasi Pendidikan, Jakarta. Rineka Cipta. 2001
     Ngalim Purwanto, Drs. dkk. 1981. Adiministrasi Pendidikan,  Jakarta:Mutiara
     Permendiknas No 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah /Madrasah
    Permendiknas No  28 Tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah
    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang StandarNasional Pendidikan

    Undang-Undang  Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

PERANAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPIN PENDIDIKAN

A.            Karakteristik Pendidikan
1.            Pengertian Karakteristik Pendidikan Islam
Sebelum berbicara jauh mengenai karakteristik pendidikan Islam, adabaiknya kita melihat kembali berbagai pengertian dari karakteristik danpendidikan Islam. Hal ini penting dilakukan tidak hanya sebagai pembatas masalah namun juga berguna sebagai penyatuan pandangan akan apa yang dibicarakan
Karakteristik berasal dari kata "characteristic" yang berarti sifat yang khas. Atau bisa diambil pengertian bahwa karakteristik adalah suatu sifat khas yang membedakan dengan yang lain. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,karakteristik diartikan sebagai ciri-ciri khusus dari suatu hal. Ciri yang dapatdijadikan pengenal akan suatu identitas. Satu-dua ciri sangat mungkin sama denganhal lainnya, tapi jika semua ciri dibandingkan maka akan terlihat jelas perbedaannya. Dengan kata lain karakteristik dapat dijadikan pedoman dalam mengenali (mengidentifikasi) sebuah hal atau fenomena.
Sedangkan Pendidikan Islam menurut M. Yusuf Al-Qardhawi adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari definisi diatas, pendidikan Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani,  rohani yang berdasarkan pada ajaran-ajaran Islam dan memindahkan pengetahuan serta nilai-nilai Islam untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Jadi Karakeristik Pendidikan Islam adalah sifat yang khas dan berbeda dari yang lain tentang proses bimbingan jasmani,  rohani yang berdasarkan pada ajaran-ajaran Islam dan memindahkan pengetahuan serta nilai-nilai Islam untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dapat disimpulkan bahwa, karakteristik pendidikan Islam berpengertian sebagai ciri-ciri khusus yang membedakan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan lainnya. Identitas yang membuat sistem pendidikan tersebut dapatmembangun manusia seutuhnya, seimbang antara jasmani dan rohani, siap untuk menjadi manusia unggul dalam menghadapi kehidupan dunia dan akhirat. Ciri yangmembuat manusia semakin dekat dengan penciptanya

2.    Karakteristik Pendidikan Islam
a.       Pendidikan yang Tinggi (Sakral)
b.       Pendidikan yang Seimbang
c.       Pendidikan Yang Realistis
d.       Pendidikan yang Komprehensif dan Integral
Komprehensif memeliliki pengertian luas dan lengkap. Sebagai ajaranyang komprehensif, menurut berbagai sumber, Islam memiliki beberapakarakteristik yang dapat dijadikan landasan berpikir dalam kehidupan sehari-hari.
 Islam merupakan ajaran (pendidikan) yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Islam tidak mengenal sekat geografis yang membatasimanusia selama ini. Jarak dan letak tidak menjadikan Islam sebagai ajaran yangditujukan hanya untuk sekelompok orang saja, melainkan untuk seluruh umatmanusia di segala penjuru dunia.
e.       Pendidikan yang Berkontinuitas
Kontinu di sini memiliki arti dilakukan terus-menerus tidak hanya untukmendapatkan sesuatu yang baru tapi juga mengembangkan dan memanfaatkanapa yang telah diperoleh.
Dalam pendidikan Islam, tidak ada kata selesai dalam menuntut ilmu.Sebuah keharusan bagi seorang manusia untuk terus memperdalam ilmunya,tidak hanya melalui bangku pendidikan, justru tantangan itu akan jauh lebihbesar ketika seorang manusia tiba di tengah-tengah masyarakat. Tantangantidak hanya untuk terus mengembangkan keilmuan tetapi juga untukmendayagunakan bagi kehidupan.
f.        Pendidikan yang Global
Sebagai agama yang universal (rahmatan lil alamin) Islam dapatditerima oleh semua suku, golongan, ras, dan bangsa. Hal ini tidak terlepas darikarakteristik pendidikan Islam yang lainnya. Dengan karakter pendidikan Islam sebelumnya menjadikan pendidikan Islam sangat mudah diterima oleh semua golongan tidak hanya zaman dahulu, sekarang, ataupun yang akandatang.
g.       Pendidikan yang Tumbuh dan Berkembang

Karakter yang terdapat pada diri pendidikan Islam menggambarkan dengan jelas posisi pendidikan Islam diantara jenis pendidikan-pendidikan yang lainnya.Namun dengan melihat kondisi yang ada saat ini, banyak tantangan yang harusdihadapi pendidikan Islam, dimana tantangan tersebut tidak hanya yang bersifatinternal namun juga yang datangnya dari luar Islam sendiri. Tantangan-tantangantersebut harus mampu dijawab setiap elemen yang ada dalam pendidikan Islam,mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi. Dengan perhatian yang  serius, pendidikan Islam nantinya, dan agama Islam dalam artian secara luas, dapatditerima oleh semua orang di muka bumi ini.

B.            Manajemen Berbasis Sekolah

1.            Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut juga dengan otonomi sekolah (school autonomy) atau site-based management (Beck & Murphy, 1996). Sejalan dengan belakunya otonomi daerah dalam dunia pendidikan, MBS atau school-based management (SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam manajemen sekolah. Karena itu, pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada sekolah tersebut, atau sekolah diberikan kewenangan besar untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah.
peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
a.            Dalam MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran, personel, dan kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat pusat, provinsi, atau bahkan juga kabupaten/ kota. Dengan pemberlakuan MBS diharapakan setidaknya dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:
b.            Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih baik.
c.             Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.
d.            Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi tanggung jawab sekolah dan masyarakat.

Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yakni:
1). Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah atau madrasah dalam mengelola dan membedayakan sumber daya yang tersedia;
2). Meningkatkan kepedulian warga sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3). Meningkatkan tanggung jawab sekolah atau madrasah kepada orangtua, pemerintah tentang mutu sekolah atau madrasah;
4). Meningkatkan kompetensi yang sehat antar madrasah dan sekolah lain untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.

2. Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan

Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
1). kekuasaan;
2). pengetahuan;
3). sistem informasi; dan
4). sistem penghargaan.
Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yangdikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
a. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
b. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya
c. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.


3. kepala sekolah sebagai Manajer
Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus mempunyai empat kompetensi dan ketrampilan utama dalam menajerial organisasi, yaitu ketrampilan membuat perencanaan, keterampilan mengorganisasi sumberdaya, keterampilan melaksanakan kegiatan, dan keterampilan melakukan pengendalian dan evaluasi. Empat keterampilan manajerial kepala sekolah akan dibahas secara detail berikut ini.
Pertama, keterampilan melakukan perencanaan. Kepala sekolah harus mampu melakukan proses perencanaan, baik perencanaan jangka pendek, menengah, maupun perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka pendek adalah perencanaan yang dibuat untuk kepentingan jangka pendek, misalnya untuk satu bulan hingga satu tahun ajaran. Perencanaan jangka menengah adalah perencanaan untuk pekerjaan yang memerlukan waktu 2-5 tahun, sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi perencanaan sekitar 5-10 tahun. Proses perencanaan menjadi salahsatu keterampilan yang penting mengingat perencanaan yang baik merupan setengah dari kesuksesan suatu pekerjaan. Prinsip perencanaan yang baik, akan selalu mengacu pada: pertanyaan: “Apa yang dilakukan (what), siapa yang melakukan (who), kapan dilakukan (when). Di mana dilakukan (where), dan bagaimana sesuatu dilakukan (how)”, Detail perencanaan inilah yang akan menjadi kunci kesuksesan pekerjaan.
Kedua, keterampilan melakukan pengorganisasian. Lembaga pendidikan mempunyai sumberdaya yang cukup besar mulai sumberdaya manusia yang terdiri dari guru, karyawan, dan siswa, sumberdaya keuangan, hingga fisik mulai dari gedung serta sarana dan prasarana yang dimiliki. Salah satu masalah yang sering melanda lembaga pendidikan adalah keterbatasan sumberdaya. Kepala sekolah harus mampu menggunakan dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dengan sebaik-baiknya. Walaupun terbatas, namun sumberdaya yang dimiliki adalah modal awal dalam melakukan pekerjaan. Karena itulah, seni mengola sumberdaya menjadi ketrerampilan manajerial yang tidak bisa ditinggalkan.
Ketiga, adalah kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Tahapan ini mengisyaratkan kepala sekolah membangun prosedur operasional lembaga pendidikan, memberi contoh bagaimana bekerja, membangun motivasi dan kerjasama, serta selalu melakukan koordinasi dengan ber bagai elemen pendidikan. Tidak ada gunanyua perencanaan yang baik jika dalam implementasinya tidak dilakukan secara sungguh-sungguh dan professional.
Keempat, kepala sekolah harus mampu melakukan tugas-tgas pengawasan dan pengendalian. Pengawasan (supervisi) ini meliputi supervise manajemen dan juga supervisi dalam bidang pengajaran. Sepervisi manajemen artinya melakukan pengawasan dalam bidang pengembangan keterampilan dan kompetensi adminstrasi dan kelembagaan, sementara supervisi pengajaran adalah melakukan pengawasan dan kendali terhadal tugas-tugas serta kemampuan tenaga pendidik sebagai seorang guru. Karenanya kepala sekolah juga harus mempunyai kompetensi dan keterampilan professional sebagai guru, sehingga ia mampu memberikan supervisi yang baik kepada bawahannya.

4.kepala sekolah sebagai pemimpin dan supervisior
           Kepemimpinan Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus ia laksanakan.
Tugas Kepala Sekolah sebagai pemimpin harus memiliki kepribadian yang kuat; dapat dipercaya, jujur dan bertanggung jawab,memahami kondisi guru, karyawan, dan siswa dengan baik; memiliki visi dan memahami misi sekolah, memiliki kemampuan mengambil keputusan, dan memiliki kemampuan berkomunikasi.
Tugas kepala sekolah sebagai pemimpin berarti kepala sekolah dalam kegiatan memimpinnya berjalan melalui tahap kegiatan sebagai berikut:
1).    Perencanaan (planning)
       Perencanaan pada dasarnya menjawab pertanyaan: apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, di mana dilakukan, oleh siapa dan kapan dilakukan. Kegiatan-kegiatan sekolah seperti yang telah disebutkan dimuka harus direncanakan oleh kepala sekolah, hasilnya berupa rencana tahunan sekolah yang akan berlaku pada tahun ajaran berikutnya.
2).    Pengorganisasian (organizing)
       Kepala sekolah sebagai pemimpin bertugas untuk menjadikan kegiatan-kegiatan sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dapat berjalan dengan lancar. Kepala sekolah perlu mengadakan pembagian kerja yang jelas bagi guru-guru yang menjadi anak buahnya.
3).      Pengarahan (directing)
       Pengarahan adalah kegiatan membimbing anak buah dengan jalan memberi perintah, memberi petunjuk, mendorong semangat kerja, menegakkan disiplin, memberikan berbagai usaha lainnya agar mereka dalam melakukan pekerjaan mengikuti arah yang ditetapkan dalam petunjuk, peraturan atau pedoman yang telah ditetapkan.
4).    Pengkoordinasian (coordinating)
       Pengkoordinasian adalah kegiatan menghubungkan orang-orang dan tugas-tugas sehingga terjalin kesatuan atau keselarasan keputusan, kebijaksanaan, tindakan, langkah, sikap serta tercegah dari timbulnya pertentangan, kekacauan, kekembaran (duplikasi), kekosongan tindakan.
5).    Pengawasan (controling)
       Pengawasan adalah tindakan atau kegiatan usaha agar pelaksanaan pekerjaan serta hasil kerja sesuai dengan rencana, perintah, petunjuk atau ketentuan-ketentuan lainnya yang telah ditetapkan.

Menurut Purwanto, ( 2004 : 65) bahwa seorang kepala sekolah sebagai pemimpin mempunyai sepuluh macam peranan, yaitu sebagai berikut:
a)    Sebagai pelaksana (executive)
b.)   Sebagai perencana (planner)
c)    Sebagai seorang ahli (expert)
d)    Mengawasi hubungan antara anggota-anggota kelompok (contoller of  internal relationship)
e)    Mewakili kelompok (group representative)
f)    Bertindak sebagai pemberi ganjaran / pujian dan hukuman
g)    Bertindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and modiator)
h)    Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya
i)    Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (idiologist)
j)     Bertindak sebagai ayah (father figure)
 


  Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Pelaksanaan supervisi merupakan tugas kepala sekolah untuk melakukan pengawasan terhadap guru-guru dan pegawai sekolahnya. Beberapa prinsip yang digunakan dalam mengadakan kegiatan supervisi  adalah :
1)      Supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif
2)      Supervisi harus bersifat sederhana, realistis dan informasi
         dalam pelaksanaannya
3)      Supervisi harus bersifat objektif
4)      Supervisi bersifat preventif
5)      Supervisi bersifat korektif
6)      Supervisi bersifat kooperatif
7)  Supervisi harus memperhatikan kemampuan para anggota organisasi.
Apabila prinsip-prinsip supervisi diatas diperhatikan dan benar-benar dilakukan oleh kepala sekolah, kiranya dapat diharapkan setiap sekolah akan berangsur-angsur maju dan berkembang sebagai alat yang benar-benar memenuhi syarat untuk mencapai tujuan pendidikan. Akan tetapi kesanggupan dan kemampuan seorang kepala sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi atau cepat lambatnya hasil supervisi itu antara lain:
•                Lingkungan masyarakat dimana sekolah berada.
•                Besar kecilnya sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah.
•                Tingkatan dan jenis sekolah.
•                Keadaan guru-guru dan pegawai-pegawai yang tersedia.
•                Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri. 






Sumber:
http://sosioakademika.blogspot.co.id/2015/10/karakteristik-pendidikan-islam-seiring.html
https://amcreative.wordpress.com/manajemen-berbasis-sekolah/
(Sumber: Lazismu Edisi: 14 Januari 2009).

https://suaraguru.wordpress.com/2009/02/13/kepala-sekolah-sebagai-leader-dan-manajer/

PENGEMBANGAN ATAU PEMBINAAN ORGANISASI

                Banyak macam dan ragam bentuk suatu organisasi mulai dari yang berbentuk kecil hingga organisasi yang bentuknya besar dan mempunyai suatu tujuan yang berbeda pula, begitu pula tentang pengertian organisasi itu sendiri. Banyak definisinisi dan pengertian dari organisasi yang di paparkan oleh para ahli, berikut adalah beberapa definisi dan pengertian dari Organisasi :

Organisasi : penyusunan dan pengaturan bagian-bagian hingga menjadi suatu kesatuan; sususan dan aturan dari berbagai bagian sehingga merupakan kesatuan yang teratur; gabungan kerja sama (untuk mencapai tujuan tertentu).
Kamus modern bahasa Indonesia M. dahlan Al Barry

A. Pengertian Organisasi
1. Organisasi adalah susunan dan aturan dari berbagai-bagai bagian (orang dsb)
sehingga merupakan kesatuan yang teratur. (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum
Bahasa Indonesia)
2. Organisasi adalah sistem sosial yang memiliki identitas kolektif yang tegas,
daftar anggota yang terperinci, program kegiatan yang jelas, dan prosedur
pergantian anggota. (Janu Murdiyamoko dan Citra Handayani, Sosiologi untuk SMU Kelas I)

      Pengertian organisasi berikut ini didapat dari artikel yang berjudul “Pengertian, Definisi dan Arti Organisasi - Organisasi Formal dan Informal - Belajar Online Lewat Internet Ilmu Manajemen”

B. Dinamika Kelompok dalam Organisasi
Himpunan manusia yang memiliki karakteristik sebagai suatu kelompok. Bahkan dapat dikatakan, struktur formal dari suatu organisasi, pada dasarnya tidak lebih merupakan suatu susunan yang berisi kelompok-kelompok. Pengertian yang demikian memang benar sepanjang itu diartikan sebagai suatu susunan dimana berbagai kelompok saling berhubungan satu sama lain dan kelompok-kelompok yang ada, dalam berbagai jenis atau tipe Dalam setiap organisasi, tidak dapat dipungkiri senantiasa ditemukan adany maupun ukuran, mengisi semua tugas yang ada di dalam organisasi.Dalam berbagai organisasi, interaksi antar anggotanya sangat dipengaruhi oleh adanya berbagai kelompok sosial yang ada dalam organisasi itu. Perasaan sebagai bagian dari in-group maupun out-group misalnya, dapat muncul sebagai dasar interaksi antar anggota suatu organisasi.
 Meskipun ukuran suatu kelompok sosial merupakan in-group atau menjadi out-group bagi seseorang sangat bersifat relatif dan tergantung pada situasi-situasi sosial tertentu, tetapi interaksi di dalam organisasi memungkinkan perasaan-perasaan sebagai bagian dari in-group maupun out-group bagi seseorang dapat berkembang. Pada suatu kondisi sosial tertentu misalnya, seluruh bagian dari suatu organisasi dapat menjadi in-group ketika dalam posisi berhadapan dengan organisasi lain. Artinya, perasaan dan rawa ber"kami" dalam organisasi itu muncul dan menguat. Tetapi, pada kondisi sosial yang lain, tidak mustahil terjadi dimana dalam satu organisasi perasaan in-group dan out-group berkembang dalam diri anggota organisasi dari bagian atau unit yang berbeda.
 Dalam suatu bagian tertentu dari suatu organisasi kerja, dapat berkembang perasaan sebagai suatu in-group. Tetapi pada saat yang sama, terhadap bagian lain dalam organisasi itu juga, kelompok ini memandang bagian lain itu sebagai suatu out-group.
Dalam organisasi, keberadaan kelompok primer maupun sekunder juga dapat ditemukan. Jika kelompok primer terbentuk karena adanya sesuatu yang menyatukan beberapa anggota organisasi, misalnya kesamaan daerah asal, kesamaan suku bangsa atau etnisitas, kesamaan kesukaan atau hobby dan sebagainya, maka karakteristik sebagai suatu kelompok sekunder juga dapat ditemukan dalam organisasi. Kelompok sekunder yang pada umumnya berskala besar dan tidak dilandasi oleh hubungan yang bersifat pribadi, terjadi dalam organisasi karena adanya pengaturan oleh peraturan formal, tatacara atau prosedur yang baku dan kebijakan-kebijakan tertentu dalam organisasi. Sebagaimana halnya kelompok primer dan sekunder, dalam organisasi akan sangat jelas terlihat suatu interaksi sosial yang menggambarkan adanya karakteristik kelompok primer dan sekunder.
Bangian-bagian atau unit-unit dalam organisasi menampakkan karakteristiknya sebagai kelompok formal. Adalah benar bahwa dalam bagian-bagian atau unit kerja dalam organisasi itu memang terdapat rincian tugas yang harus dilaksanakan oleh masing-masing bagian atau anggota dari bagian itu. Akan tetapi, tidak semua interaksi sosial yang ada dalam organisasi itu didasarkan pada rincian tugas yang harus dilaksanakan. bahkan, sebagian besar interaksi sosial dalam organisasi itu lebih banyak tidak didasarkan pada rincian Dalam organisasi, keberadaan kelompok primer maupun sekunder juga dapat ditemukan. Jika kelompok primer terbentuk karena adanya sesuatu yang menyatukan beberapa anggota organisasi, misalnya kesamaan daerah asal, kesamaan suku bangsa atau etnisitas, kesamaan kesukaan atau hobby dan sebagainya, maka karakteristik sebagai suatu kelompok sekunder juga dapat ditemukan dalam organisasi. Kelompok sekunder yang pada umumnya berskala besar dan tidak dilandasi oleh hubungan yang bersifat pribadi, terjadi dalam organisasi karena adanya pengaturan oleh peraturan formal, tatacara atau prosedur yang baku dan kebijakan-kebijakan tertentu dalam organisasi.
Sebagaimana halnya kelompok primer dan sekunder, dalam organisasi akan sangat jelas terlihat suatu interaksi sosial yang menggambarkan adanya karakteristik kelompok primer dan sekunder. Bangian-bagian atau unit-unit dalam organisasi menampakkan karakteristiknya sebagai kelompok formal. Adalah benar bahwa dalam bagian-bagian atau unit kerja dalam organisasi itu memang terdapat rincian tugas yang harus dilaksanakan oleh masing-masing bagian atau anggota dari bagian itu. Akan tetapi, tidak semua interaksi sosial yang ada dalam organisasi itu didasarkan pada rincian tugas yang harus dilaksanakan. bahkan, sebagian besar interaksi sosial dalam organisasi itu lebih banyak tidak didasarkan pada rincian

C.            Pemimpin Sebagai Pembina organisasi
             Fungsi utama seorang pemimpin adalah menata strategi dan arahan bagi organisasi, dan memadukan sumber daya yang diperlukan agar berhasil. Dalam bisnis, seorang Pembina-pemimpin menghadapi suatu proses keputusan harian untuk menyeimbangkan:
Hasil-hasil vs. Perkembangan.
Motivasi vs. Penilaian kritis.
Menjadi seorang evaluator vs. Menjadi seorang pengembang.
Risiko vs. Kesempatan belajar.
Delegasi vs. Arahan vs Melakukan.



Sumber:
http://handpage.blogspot.co.id/p/definisi-dan-pengertian-organisasi.html
http://organisasi.org pengertian_definisi_dan_arti_organisasi_organisasi_formal_dan_informal_belajar_online_lewat_internet_ilmu_manajemen

TIPE DAN GAYA KEPEMIMPINAN

1.            Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.                 

2.            Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut:
(1)              mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan
(2)               mereka bersikap terlalu melindungi,
(3)               mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri,
(4)              mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif,
(5)               mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri,
(6)               selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikapover-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.

3.            Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.



4.            Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.

5.            Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.

6.            Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.

7.            Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

8.            Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

B.            Gaya-Gaya Kepemimpinan
1.   Gaya Persuasif
                Yaitu gaya memimpin dengan menggunakan pendekatan yang mengubah perasaan, pikiran atau dengan kata lain melakukan ajakan atau bujukan.
2.   Gaya Refresif
Yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanan-tekanan, ancaman-ancaman, sehingga bawahan merasa keatakutan.
3.   Gaya Partisipatif
Yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan kesempatan kepada bawahan untuk itu secara aktif baik menata, spiritual, fisik maupun material dalam kiprahnya dalam perusahaan.
4.   Gaya inovatif
Yaitu pemimpin yang selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan usaha-usaha pembaruan didalam segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau setiap produk terkait dengan kebutuhan manusia.
5.   Gaya Investigasi
Yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian yang disertai dengan rasa penuh kecurigan tehadap bawahannya menimbulkan yang menyebabkan kreatifitas, inovasi, serta insisiatif dari bawahan kurang berkembang karena bawahan takut kesalahan-kesalahan.
6.   Gaya Inspektif
Yaitu pemimpin yang suka melakukan acara-acara yang sifatnya protokoler, kepemimpinan dengan gaya inspektif menuntut penghormatan bawahan, atau pemimpin yang senang apabila dihormati.
7.   Gaya Motivatif
Yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan informasi mengenai ide-idenya, program-program dan kebijakan-kebijakan kepada bawahan dengan baik. Komunikasi tersebut membuat segala ide bawahan-bawahan dan kebijakan dipahami oleh bawahan sehingga bawahan mau.
8.   Gaya Naratif
Pemimpin yang bergaya naratif merupakan pemimpin yang banyak bicara namun tidak disesuiakan dengan apa yang ia kerjakan, atau dengan kata lain pemimpin yang banyak bicara sedikit bekerja.
9.   Gaya Edukatif
Yaitu pemimpin yang suka melakukan pengembangan bawahan dengan cara memberikan pendidikan dan keterlampiran kepada bawahan, sehingga bawahan menjadi memiliki wawasan dan pengalamanyang lebih baik dari hari ke hari, sehingga seorang pemimpin yang bergaya edukatif tidak akan pernah menghalangi bawahan ingin megembangkan pendidikan dan keterlampiran.
10. Gaya Restrogresif
Yaitu pemimpin yang tidak suka melihat maju, apalagi melebihi dirinya, untuk itu pemimpin yang bergaya restrogresif selalu menghalangi bawahan untuk mengembangkan pengetahuan dan keter
lamiplan. Sehingga dengan kata lain pemimpin yang bergaya restrogresif sangat senang melihat bawahan selalu terbelakang bodoh dan sebagainya.



Sumber:
http://adaddanuarta.blogspot.co.id/2014/11/gaya-kepemimpinan-merurut-para-ahli.html
Daftar Pustaka
•             Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. (2003). Manajemen Motivasi. Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
•             Kartono, Kartini. (1998). Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Pemimpinan Abnormal Itu ? PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
•             Siagian, S. P. (1982). Administrasi Pembangunan. Gunung Agung, Jakarta.
•             Suradinata, Ermaya. (1995). Psikologi Kepegawaian dan Peranan Pimpinan Dalam Motivasi Kerja . CV Ramadan, Bandung.

•             Winardi. (1990). Kepemimpinan Dalam Manajemen. PT. Rineka Cipta, Jakarta


PENDEKATAN DAN MODEL KEPEMIMPINAN

1.            Pendekatan Sifat
Secara historis, mula-mula timbul pemikiran bahwa pemipin itu dilahirkan, bukan dibentuk atau karena pengalaman. Pemikiran ini disebut Hereditary (turun-temurun). Namun demikian, kemudian muncul teori baru, yaitu teori Physical characteristic. Teori ini dikemukakan oleh Sheldon, bahwa ada 76 tipe struktur badan yang berhubungan dengan perbedaan temperamen dan kepribadian. Perkembangan terakhir menyatakan bahwa pemimpin itu dapat dibentuk atau dilatih.
Sebagai contoh dari pendekatan sifat adalah menurut Thierauf, Klekamp, dan Geeding (1977: 493), yang menyatakan bahwa pemimpin memiliki ciri-ciri: kecerdasan, inisiatif, daya khayal, bersemangat, harapan baik, keberanian, keaslian, kesediaan menerima, kemampuan berkomuniasi, rasa perlakuan yang wajar terhadap semua orang, kepribadian, keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi, dan ketenangan diri.
Terry (1972: 470) merinci bahwa pemimpin memiliki ciri-ciri: kecerdasan, inisiatif, kekuatan dan dorongan, kematangan perasaan, meyakinkan, kemahiran berkomunikasi, ketenangan diri, cerdik, daya cipta, dan berperan serta dalam pergaulan.
Stogdill (1984) menyatakan bahwa pemimpin memiliki ciri-ciri: kecerdasan, berilmu, dapat diandalkan dalam pelaksanaan pertanggungjawaban, aktifitas dan peran serta sosial, dan status sosial ekonomi.
Treeman dan Taylor (1950) juga menyatakan bahwa seorang pemimpin memiliki sifat: tekun, giat, keras hati, bercita-cita, kuat, berani, kerja sama, percaya diri, tenang, riang, berjiwa matang, efisien, cerdas, berbakat, banyak akal, penuh daya khayal, mendahulukan kepentingan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri, setia kepada cita-cita berakhlak, dan lapang dada (sabar).
Feldman dan Arnold (1983) menyatakan bahwa seorang pemimpin dituntut memiliki:
(1) sifat-sifat pribadi: penyesuaian diri, giat dan tegas, berpengaruh, keseimbangan jiwa dan   kontrol, kebebasan (tidak penurut), keaslian dan daya cipta, kejujuran pribadi, dan percaya diri;
(2) kemampuan: kecerdasan, pertimbangan, membuat keputusan, pengetahuan luas, pandai berkomunikasi ; dan
(3) kemahiran sosial: kemampuan bekerja sama, kemampuan administrasi, populis dan berwibawa, suka bergaul, peran serta sosial, dan kebijaksanaan serta pandai berdiplomasi.
Sutarto (1998) menyatakan bahwa sifat-sifat yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pemimpin adalah: taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani, berilmu, efisien, disiplin, manusiawi, bijaksana, bersemangat, percaya diri, berjiwa matang, bertindak adil, berkemauan keras, daya cipta asli, berwawasan situasi, berpengharapan baik, mampu berkomunikasi, berdaya tanggap tajam, mampu menyusun rencana, mampu melakukan kontrol, bermotivasi kerja sehat, memiliki tanggung jawab, satunya kata dan perbuatan, dan mendahulukan kepentingan orang lain.
 Fakri Gaffar (2002) menyatakan bahwa manajer pendidikan dituntut memiliki karakteristik, yaitu memiliki wawasan nasional, wawasan daerah, dan wawasan global, memiliki komitmen dan kemauan tinggi untuk membangun pendidikan untuk kepentingan masyarakat daerah, dan masyarakat bangsa; memiliki cinta bangsa yang amat mendalam tanpa membedakan asal suku, agama, tempat tinggal, status ekonomi, gender, dan warna kulit; memiliki sikap terbuka, dan sikap menerima kenyataan hidup yang dihadapi dengan penuh cermat dan hati-hati; memeliki akhlak yang mulia, dan iman taqwa yang kuat; memiliki sikap profesionalisme yang tinggi; memiliki cinta lingkungan hidup; memiliki rasa hormat kepada setiap orang sebagai manusia; memiliki keikhlasan dan kesabaran untuk melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan; memiliki pemahaman yang memadai tentang manajemen, tentang pendidikan, tentang teknologi informasi termasuk komputer, dan memiliki sikap akademik yang integratif.
Pendekatan sifat tentang kepemimpinan bersifat tidak absolut sebab tak seorangpun  yang bisa memiliki sifat-sifat secara lengkap dan utuh, bahkan situasi yang dihadapi organisasi berbeda satu sama lain, sehingga setiap organisasi menuntut keberadaan sifat-sifat kepemimpinan yang berbeda. Dalam hal ini Freeman and Taylor (1950) menyampaikan ciri-ciri pemimpin yang seharusnya ada pada pribadi pemimpin, dan sifat-sifat yang seharusnya tidak ada pada seorang pemimpin. Sifat-sifat tersebut dapat dilihat pada tabel

2.            Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku terhadap kepemimpinan didasarkan pada suatu pemikiran bahwa keberhasilan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan gaya bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari: cara melakukan suatu pekerjaan, cara memberikan perintah, cara memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat bawahannya, cara memberikan bimbingan, cara menegakkan disiplin, cara memimpin rapat, cara mengawasi pekerjaan bawahan, cara menegur kesalahan bawahan. Berdasarkan pengamatan pada gaya bersikap dan bertindak, seorang pemimpin dikatakan memiliki gaya kepemimpinan otoriter, atau demokratik.
Pendekatan perilaku yang melahirkan beberapa teori gaya kepemimpinan, penelitiannya telah dilakukan oleh: Universitas Iowa, Universitas Ohio, Universitas Michigan, studi managerial Grid, teori empat sistem manajemen, serta teori X dan Y.

3. Pendekatan Kontingensi
Pendekatan kontingensi juga sering disebut pendekatan situasional (situational approach), terdiri dari berbagai macam model, antara lain: model kepemimpinan kontingensi dari Fiedler, model tiga demensi kepemimpinan dari Reddin, model kontinum kepemimpinan dari Tannenbaum dan Schmidt, model kontinum kepemimpinan berdasarkan banyaknya peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan dari Yetton, model kontingensi lima faktor dari Farris, model kepemimpinan dinamika kelompok dari Cartwright dan Zander, model kepemimpinan path-goal dari vans dan House, model kepemimpinan vertikal Dyad Linkage dari Grean, model kepemimpinan sistem dari Bass, dan model kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard.

             Model kepemimpinan berdasarkan pendekatan kontingensi atau pendekatan situasional, model kontinum kepemimpinan Tannenbaum dan Schmidt, model kepemimpinan path goal dari Evans dan House, model kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard perlu mendapat kajian mendalam.
Menurut Tannenbaum dan Schmidt, ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih gaya kepemimpinan, yaitu: kekuatan pemimpin, kekuatan bawahan, dan kekuatan situasi. Model kontinum merupakan satu garis yang diawali dengan titik yang menunjukkan perilaku terpusat pada pemimpin, dan diakhiri dengan titik yang menujukkan perilaku yang terpusat pada bawahan.
Model kepemimpinan path-goal dari Evans dan House,menyatakan bahwa motivasi individu didasarkan pada harapan atas imbalan yang menarik. Pendekatan ini menitikberatkan pada pemimpin sebagai sumber imbalan. Pemimpin memiliki sejumlah syarat untuk mempengaruhi bawahan. Dalam hal ini yang sangat penting adalah kemampuan menajer untuk memberikan imbalan dan menjelaskan apa yang bawahan harus kerjakan untuk memperoleh imbalan tersebut. Menurut pendekatan ini ada dua macam variabel yang menentukan gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu: ciri-ciri pribadi bawahan, dan tekanan lingkungan atau tuntutan di tempat kerja


Sumber:

http://fajaral-husaini.blogspot.co.id/2013/03/pendekatan-kepemimpinan.html

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN

A.                  Kaitan Kepemimpinan dan Manajemen

1.       Kepemimpinan adalah salah satu bagian penting dari manajemen, khususnya dalam fungsi pengarahan.Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk dapat mengarahkan dan mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.   
2.       Kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak orang, padahal jelas bahwa kepemimpinan adalah tidak sama dengan manajemen. Dalam manajemen, kepemimpinan adalah merupakan salah satu bagian dari manajemen untuk mengarahkan dan mempengaruhi anggota-anggotanya dalam usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi manajemen selalu berkaitan dengan organisasi apapun bentuknya apakah organisasi pemerintah, usaha, sosial, dan kemasyarakatan.

Kepemimpinan atau leadership tidak hanya ada dalam lingkungan organisasi tetapi dapat muncul dan ada dimana saja dan kapan saja, sepanjang ada seseorang yang berusaha mengarahkan dan mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh : seorang ulama yang berpengaruh besar merubah perilaku orang lain dapat juga disebut pemimpin.

3.       Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah bagian penting dari manajemen tetapi tidak sama dengan manajemen, seorang manajer harus berperilaku atau melaksanakan fungsi kepemimpinan / leadership namun seorang pemimpin belum tentu seorang manajer.

B.                  Kegiatan Manajerial                                                    
                       Pada dasarnya kegiatan-kegiatan manajer dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu :
1.    Pribadi, meliputi pengaturan waktu, pengembangan karier pribadi, keterlibatan dengan kehidupannya sendiri.
2.    Teknis, meliputi pekerjaan dengan peralatan-peralatan, pemecahan masalah teknis, dan pelaksanaan fungsi-fungsi teknis.
3.    Administratif, meliputi pemrosesan kerja sama, penyiapan dan administrasi anggaran, monitoring kebijaksanaan dan prosedur, serta pemeliharaan stabilitas operasi.
4.    Interaksional, meliputi peranan antar pribadi, peranan informasional, dan peranan pembuatan keputusan.

Kegiatan-kegiatan ini berhubungan dengan dan dapat dipelajari dalam fungsi-fungsi manajerial. Pemaduan kegiatan-kegiatan ini dengan fungsi-fungsinya, akan didapatkan pandangan yang menyeluruh tentang kegiatan manajer. (Bahan bacaan : Manajemen, T. Hani Handoko)

Fred Luthans dan asosiasinya melakukan studi untuk meneliti apa saja aktivitas manajerial dan akhirnya menemukan bahwa semua manajer terlibat dalam empat kegiatan manajerial. Kegiatan ini yang akan menjadi tolak ukur atas kesuksesan seorang manajer. Aktivitas apa saja yang akan mempercepat seorang manajer di promosi dalam sebuah perusahaan dengan jenis aktivitas yang sama akan tetapi bobot yang berbeda.

Fred Luthans melakukan studi terhadap 450 manajer dan menemukan 4 Aktivitas Manajerial, yaitu :
1. Manajemen tradisional : Pengambilan keputusan, perencanaan dan pengendalian.
2. Komunikasi : Pertukaran informasi rutin dan pemrosesan dokumen.
3. Manajemen sumber daya manusia :  memotivasi, mendisiplinkan, mengelola konflik, staf, dan
pelatihan.
4. Networking : Bersosialisasi, berpolitik, dan berinteraksi dengan pihak luar.

C.            Keterampilan  Kepemimpinan

1.            Keterampilan Konseptual, yaitu membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan    organisasi. Gagasan atau ide tersebut dijabarkan menjadi rencana kegiatan yang disebut proses perencanaan / rencana kerja. Termasuk juga memiliki visi yang jauh kedepan, misi yang jelas, program kerja yang real, strategi, dan terus menjaga nilai competitive advantage sebuah organisasi.

2.            Keterampilan Komunikasi, yaitu keterampilan berinteraksi secara baik dengan banyak orang. Disebut juga keterampilan kemanusiaan. Kepada bawahan bersifat mengayomi, persuasif, dan bersahabat. Kepada rekan kerja saling menghormati. Kepada customer dan atasan bersifat melayani. Manajer berkomunikasi dengan baik kepada semua orang, menshare visinya, dan membuat semua orang menjadi tim sukses visi tersebut.

3.            Keterampilan Teknis, merupakan bekal agar lebih matang pada bidang yang ditangani. Umumnya diperlukan untuk manajer tingkat rendah. Misalnya menggunakan program komputer, membuat code program, dsb. Tentu saja ada keunggulan tersendiri dibanding manajer yang hanya mengerti konsep, akan tercipta efektifitas dan efisiensi yang ideal.

4.            Keterampilan Manajemen Waktu. Seorang manajer digaji besar, setiap menit begitu berharga untuk perusahaan. Dia harus bisa mengalokasi waktu agar mendapat hasil yang optimal. Akan teruji dalam penyusunan waktu yang digunakan dalam melakukan sebuah project. Termasuk juga keterampilan untuk membuat skala prioritas.

5.            Keterampilan membuat keputusan, termasuk juga kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, memandangnya secara keseluruhan dan komprehensif (helicopter view), dan menentukan solusi terbaik untuk memecahkannya. Keputusan yang baik adalah yang tidak terburu2, namun adakalanya keputusan diperlukan dalam waktu yang singkat. Seiring dengan waktu dan pengalaman, manajer akan terbiasa menghadapi kondisi seperti ini.


6.            Keterampilan Kepemimpinan. Program kerja, eksekusi, dan evaluasi diperlukan komitmen, ketegasan, dan keberanian. Karenanya manajer betul-betul harus menjadi  pemimpin, dan tidak terlalu terpengaruh terhadap hal-hal yang tidak perlu. Manajer yang kuat akan menciptkan trust kepada lingkungannya, dan menumbuhkan teamwork yang solid.





Sumber:
https://miftahridho.wordpress.com/2012/09/29/6-keterampilan-yang-harus-dimiliki-seorang-pemimpin/

http://happiness4sharing.blogspot.co.id/2015/01/4-aktivitas-manajerial.html

SYARAT DAN PRINSIP KEPEMIMPINAN

A.            Unsur-Unsur yang Menentukan Tingkah laku Kepemimpinan  (Ingredients of Leadership)

            Ada empat unsur yang terdapat dalam suatu skil dalam seni kepemimpinan (Koontz, et. al. 1984. hal. 506-507).  Keempat unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Otoritas atau kekuatan pemimpin
            Unsur yang pertama ini menekankan pada otoritas dan kekuatan pemimpin.Kedua istilah ini diambil dari kata ”authority”dan ”power”.” power”menunjuk pada konsep yang lebih luas.Kata ”power” diartikan sebagai suatu kemampuan individu atau kelompok dalam mempengaruhi dan menggerakkan orang lain.Ada berbagai cara yang bisa ditempuh untuk mendapatkan ” power”,yaitu sebagai berikut:
a.        Keahlian seseorang
b.       Referent power
c.        Reward power
d.       Coercive power
            Sedangkan istilah ”authority” dalam organisasi menunjukkan otoritas atau kekuasaan dalam suatu kedudukan yang berhakmembuat/mengambil keputusan-keputusan organisasi.
2. Kemampuan dalam Menyatu Padukan Sumber Tenaga Manusia yang Memiliki Daya Motivasi yang Bervariasi Setiap Waktu dan Situasi
            Dalam unsur yang kedua ini,berkenaan dengan pemahaman dasar manusia.Seorang pemimpin harus mengerti mengenai teori motivasi, jenis-jenis motivasi dan harus mampu menerapkan pengetahuan tentang motivasi ini terhadap individu yang kompleks dan dalam berbagai situasi yang mempengaruhi iklim organisasi.
3. Kemampuan dalam Mengembangkan Iklim Kerja dalam Merespons dan Membangkitkan/Menimbulkan Motivasi.
            Didalam unsur ini, menjelaskan bahwa seorang pemimpin menunjukkan kemampuan dalam membangkitkan semangat bawahan untuk menggunakan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah.Kalau penggunaan fungsi motivasi itu lebih berpusat pada bawahan dengan segala kebutuhannya, inspirasi justru datang dari pimpinan kelompok..
4. Kemampuan dalam Mengembangkan Gaya  Kepemimpinan.
            Pada unsur terakhir ini,unsur gaya kepemimpinan lebih menekankan pada kemampuan pemimpin dalam memilih tipe yang sesuai dengan situasi atau iklim organisasi untuk menggerakkan bawahannya secara berhasil.


B.            Syarat-Syarat menjadi Seorang Pemimpin yang Baik
            Landasan pokok dari materi ini, diambil/diangkat dari buku “Elementary School Administration and Supervision”tentang syarat-syarat kepemimpinan kepala sekolah, yakni:
1.         Kepala Sekolah (Pemimpin) seharusnya mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang dipimpinnya, terutama dalam melaksanakan kepemimpinan di bidang pendidikan.
2.         Untuk itu perlu mendapatkan persiapan dan pembinaan yang mantap.
            Ada dua konsep tentang kepemimpinan.kedua konsep tersebut adalah sebagai berikut:
1).     Konsep pertama berusaha membatasi istilah kepemimpinan dalam hubungannya dengan sifat-sifat kepribadian yang menonjol dari sang pemimpin.
2).   Konsep kedua berpendapat bahwa kekuasaan ada pada kelompok belaka, dan karenanya pemimpin cukup bertindak sebagai ”wasit” yang bertugas sebagai moderator, tetapi menolak untuk berusaha mempengaruhi keputusan-keputusan kelompok.
            Dibidang kekepala sekolahan, kualitas-kualitas kepemimpinan yang penting dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori pokok yang saling berhubungan.dalam buku ”Elementary School Administration and Supervision”,Elsbree menetapkannya sebagai berikut:
1. Personality
            Personality atau kepribadian diartikan sebagai totalitas karakteristik-karakteristik individual.Pengertian ini dipakai untuk menunjukkan pengaruh totalitas kepribadian itu terhadap orang lain.
2. Purposes
            Sebagai pemimpin kelompoknya, ia harus dapat memikirkan, merumuskan tujuan organisasi, (sekolah) secara teliti serta menginformasikannya kepada para anggota agar mereka dapat menyadari tujuan tersebut.
3. Knowledge
            Suatu kelompok akan menaruh kepercayaan kepada sang pemimpin, apabila mereka menyadari bahwa otoritas kepemimpinannya diperlengkapi dengan pengetahuan yang luas dan mampu memberikan keputusan-keputusan yang mantap.
4. Profesional Skill
            Seorang kepala sekolah harus memiliki keterampilan –keterampilan profesional yang efektif dalam fungsi-fungsi administrasi pendidikan.
            Selain itu, Keberhasilan kepemimpinan juga sangat tergantung pada faktor-faktor lain, yaitu :
a.            Karakteristik kelompok
b.      Tujuan-tujuan kelompok
c.         Pengetahuan yang dimiliki kelompok
d.       Moral kelompok


C.            Prinsip Kepemimpinan
Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Covey) sebagai berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
3. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;
a. Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
b. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
d. Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.
e. Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan:
 (1) pemahaman materi;
 (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman;
 (3) mengajar materi kepada orang lain;
 (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip;
(5) memonitoring hasil;
 (6) merefleksikan kepada hasil;
 (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi;
(8) pemahaman baru; dan
 (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.

Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya:
 (1) kemauan dan keinginan sepihak;
 (2) kebanggaan dan penolakan;
 (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang.

Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas emosional dan spiritual (IQ, EQ dan SQ).



Sumber:
http://ariffazahra-ros.blogspot.co.id/2010/10/makalah-kepemimpinan-unsur-yang.html

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN

1.            Pengertian Pemimpin dan kepemimpinan

Menurut Winardi (1990:32) bahwa pemimpin terdiri dari pemimpin formal (formal leader) dan pemimpin informal (informal leader). Pemimpin formal adalah seorang (pria atau wanita) yang oleh organisasi tertentu (swasta atau pemerintah) ditunjuk (berdasarkan surat-surat keputusan pengangkatan dari organisasi yang bersangkutan) untuk memangku sesuatu

Pengertian pemimpin menurut Suradinata (1997:11) adalah orang yang memimpin kelompok dua orang atau lebih, baik organisasi maupun keluarga.

           Sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengendalikan, memimpin, mempengaruhi fikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
jabatan dalam struktur organisasi yang ada dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi tersebut yang ditetapkan sejak semula. Sedangkan kepemimpinan adalah merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern.
Siagian (1986:12) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah keterampilan dan kemampuan seseorang mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya lebih tinggi maupun lebih lebih rendah daripada nya dalam berfikir dan bertindak agar perilaku yang semula mungkin individualistik dan egosentrik berubah menjadi perilaku organisasional.


2.            Tujuan dan Fungsi Kepemimpinan
   Fungsi – fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut :
       1). Fungsi Perencanaan
           Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi. Manfaat – manfaat tersebut antara lain :
 a. Perencanaan merupakan hasil pemikiran dan analisa situasi dalam pekerjaanuntuk memutuskan apa yang akan dilakukan
     
b. Perencanaan berarti pemikiran jauh ke depan disertai keputusan – keputusan yang berdasarkan atas fakta – fakta yang diketahui
c. Perencanaan berarti proyeksi atau penempatan diri ke situasi pekerjaan yang akan dilakukan dan tujuan atau target yang akan dicapai.
       Setiap rencana yang baik akan berisi :
a. Maksud dan tujuan yang tetap dan dapat dipahami
b. Penggunaan sumber – sumber enam M secara tepat
c. Cara dan prosedur untuk mencapai tujuan tersebut

      2). Fungsi memandang ke depan
Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar.

     3). Fungsi pengembangan loyalitas
Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga unutk para pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

    4). Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan kembali berlangsung menurut rel yang elah ditetapkan dalam rencana .

    5). Fungsi mengambil keputusan
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-baiknya dari :
a. Perasaan, firasat atau intuisi
b. Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara rasional – sistematis.
c. Pengalaman baik yang langusng maupun tidak langsung.
d. Wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan.

         6). Fungsi memberi motivasi
Seorang pemipin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya. Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.
          Di lain pihak, seorang pemimpin harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap anak buahnya yang menyeleweng, yang malas dan yang telah berbuat salah sehingga merugikan organisasi, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Untuk melaksanakan fungsi fungsi ini sebaik- baiknya, seorang pemimpin perlu menyelenggarakan daftar kecakapan dan kelakuan baik bagi semua pegawai sehingga tercatat semua hadiah maupun hukuman yang telah diberikan kepada mereka.
                Menurut William R. Lassey dalam bukunya Dimension of Leadership, menyebutkan dua macam fungsi kepemimpinan, yaitu kepemimpinan, yaitu :
1. Fungsi menjalankan tugas
Fungsi ini harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Fungsi pemeliharaan.
Fungsi ini mengusahakan kepuasan, baik bagi pemeliharaan dan pengembangan kelompok untuk kelangsungan hidupnya.
Disamping kedua pendapat tersebut tentang fungsi kepemimpinan, pendapat lain mengemukakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memberikan pendapat yang terakhir mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah menciptakan struktur untuk pencapaian tujuan, mempertahankan dan mengamankan integritas organisasi dan medamaikan perbedaan yang terjadi dalam kelompok menuju ke arah kesepakatan bersama.


3.            Faktor-Faktor Kepengikutan 
Definisi Kepengikutan                                                                                                                Kepengikutan adalah suatu sikap atau kecendrungan seseorang untuk mengikuti orang lain.
Ada bebarapa macam kepengikutan (Followership)
1). Kepengikutan karena naluri, misalnya anak mengikuti orang tuanya, masyarakat suku terasing mengikuti pemimpin kharismatik.
2). Kepengikutan karena tradisi atau adat kebiasaan, misalnya masyarakat pedesaan sangat berpegang kepada adat istiadat yang diwarisi turun temurun
3). Kepengikutan karena agama, misalnya, mengikuti karena mentaati ajaran agama.
4). Kepengikutan karena rasio, misalnya, orang terpelajar mengikuti pemimpin yang dapat meyakinkan orang melalui pikiran rasional
5). Kepengikutan karena peraturan atau hukum, misalnya, dikalangan masyarakat modern dimana hubungan antar  manusia telah diatur  dalam peraturan dan hukum yang berlaku.
Ada bebarapa sebab yang membuat seseorang mengikuti orang lain secara psikologis:
a.             Adanya dorongan mengikuti pemimpin.
b.             Adanya sifat-sifat khusus pada pemimpin, yaitu sifat-sifat dan ciri kepemimpinan yang mampu mempengaruhi jiwa orang lain sehingga tertarik kepadanya.
c.             Adanya kemampuan pemimpin untuk menggunakan teknik dan metode kepemimpinan


4.            Teori Munculnya Seorang Pemimpin
Bagaimana seseorang bisa menjadi pemimpin? Berikut ini adalah beberapa teori tentang munculnya seorang pemimpin:
1).  Teori Genetis (Hereditary Theory) - Leaders are born, not made.
Seseorang bisa menjadi pemimpin karena kelahirannya. Sejak ia lahir, bahkan sejak ia di dalam kandungan, ia telah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Pelbagai pengalaman dalam hidupnya akan semakin melengkapinya untuk menjadi pemimpin di kemudian hari. Teori ini mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan. Karena orang tuanya menjadi pemimpin, maka anaknya juga menjadi pemimpin. Kalau orang tuanya dulu tidak menjadi pemimpin, maka dipandangnya orang tidak cakap menjadi pemimpin. Teori ini biasanya dianut dan hidup di kalangan kaum bangsawan. Misalnya di Yogyakarta yang dapat menjadi Sultan (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta) hanyalah keturunan Sultan Yogya saja. Seseorang bisa menjadi pemimpin karena mewarisi posisi atau jabatan kepemimpinan dari orang tuanya. Teori ini biasanya berlaku pada zaman dinasti kekaisaran atau kerajaan. Kadang-kadang yang bersangkutan tidak memenuhi syarat untuk bisa menjadi pemimpin, tetapi karena ketentuan dinasti itulah, maka ia tetap bisa menjadi pemimpin. Tidak heran jika kemudian timbul pelbagai masalah akibat ketidak-mampuan tersebut.
2). Teori Kejiwaan/ Sosial - Leaders are made, not born.
Seseorang bisa menjadi pemimpin karena pembentukan. Jika ia memiliki keinginan yang kuat, sekalipun ia tidak dilahirkan sebagai seorang pemimpin, ia bisa menjadi seorang pemimpin yang efektif. Pemimpin yang baik mengembangkan dirinya melalui proses tiada henti baik dalam belajar mandiri, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Pada hakikatnya semua orang sama dan dapat menjadi pemimpin. Tiap-tiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin, hanya saja memiliki kesempatan atau tidak.
3). Teori Ekologis
Teori ini timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teori kejiwaan/ sosial yang pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi seorang pemimpin yang baik apabila pada waktu lahir telah memiliki bakat kepemimpinan, dan bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu. Kalau teori genetis berpendapat, bahwa orang menjadi pemimpin karena memang sudah ditakdirkan dan teori kejiwaan/ sosial mengemukakan bahwa kepemimpinan itu bukan ditakdirkan, akan tetapi dibentuk oleh pengaruh lingkungan, maka teori ekologis mengakui kedua-duanya, artinya bahwa seseorang itu hanya akan bisa menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahir telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan bakat-bakat itu kemudian diasah melalui pendidikan.

Semua teori di atas dapat digunakan dalam pemunculan seorang pemimpin, tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Seseorang yang memang “ditakdirkan” sebagai pemimpin pun, jika tidak bersedia mengembangkan diri dalam pelbagai proses yang melengkapi dirinya, tidak akan bisa memimpin dengan baik. Tetapi semua bakat pemimpin itu tidak ada gunanya jika ia tidak diberi kesempatan untuk memimpin. Adanya kesempatan yang diberikan akan sangat menolong. Menurut Ordway Tead timbulnya seorang pemimpin itu karena:
1.            Membentuk diri sendiri (self constituted leader, self made man, born leader)
2.            Dipilih oleh golongan. Ia menjadi pemimpin karena jasa-jasanya, karena kecakapannya, keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi.
3.            Ditunjuk dari atas. Ia menjadi pemimpin karena dipercayai dan disetujui oleh pihak atasan.


5.            Pemimpin Formal dan pemimpin non formal
1). Pemimpin Formal
Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, artinya seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin, atas dasar keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya, seperti:
a.      Memiliki dasar legalitasnya diperoleh dari penunjukkan pihak yang berwenang, artinya memiliki legitimasi;
b.      Harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu;
c.       Mendapat dukungan dari organisasi formal ataupun atasannya;
d.      Memperoleh balas jasa / kompensasi baik materiil atau immaterial tertentu;
e.      Kemungkinan mendapat peluang untuk promosi, kenaikan pangkat / jabatan, dapat dimutasikan, diberhentikan, dal lain-lain;
f.        Mendapatkan reward dan punishment;
g.      Memiliki kekuasaan atau wewenang.

2). Pemimpin Informal
Tokoh  masyarakat, pemuka agama, adat, LSM, guru, bisnis, dll.
Artinya seseorang yang ditunjuk memimpin secara tidak formal, karena memiliki kualitas unggul, di mencapai kedudukan sebagai seorang yang mampu memengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok / komunitas tertentu, seperti:
a.      Sebagian tidak / belum memiliki acuan formal atau legitimasi sebagai pemimpin;
b.      Masa kepemimpinannya sangat tergantung pada pengakuan dari kelompok atau komunitasnya;
c.       Tidak di back up dari organisasi secara formal;
d.      Tidak mendapatkan imbalan / kompensasi;
e.      Tidak mendapat promosi, kenaikan pangkat, mutasi, dan tidak memiliki atasan;
f.        Tidak ada reward dan punishment.






Sumber :

Vethzal Rivai, Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Pelilaku Organisasi, Rajawali Pers, 2009, h. 3-4.
http://sugengrusmiwari.blogspot.co.id/2013/03/pemimpin-formal-dan-non-formal.html

http://rusdarusda.blogspot.co.id/2011/03/teori-munculnya-pemimpin.html

http://imroatulwahid.blogspot.co.id/2013/12/kumpulan-materi-kepemimpinan-dan.html